Resume Kajian Adab Satnight Juli 2020: Hadits Arbain ke-13 (Cintailah Saudaramu Layaknya Mencintaimu Dirimu Sendiri)

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ” رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas semakna dengan hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ

“Barangsiapa ingin dijauhkan dari neraka dan masuk ke dalam surga, hendaknya ketika ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah, dan hendaknya ia berperilaku kepada orang lain sebagaimana ia senang diperlakukan oleh orang lain.” (HR. Muslim, no. 1844)

Diceritakan dari Anas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai bagi saudaranya apa-apa yang ia cintai bagi dirinya”. (HR. Al-Bukhari). Penjelasan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa orang yang paling sempurna imannya adalah mereka yang mencintai saudaranya sebagaimana mereka mencintai diri mereka sendiri. Rasa cinta mungkin saja dapat diberikan dan dibagikan kepada kerabat dan orang terdekat, namun dengan orang yang tidak ada hubungannya dengan kita belum tentu semudah yang kita bayangkan. Kata saudara dalam hadis ini tidak hanya saudara sedarah atau sesuku, namun yang dimaksud adalah sesama muslim. Dan cintailah manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri pasti engkau menjadi seorang mukmin. Nabi itu adalah orang yang berkasih sayang kepada seseorang apalagi yang beriman dan tegas kepada orang yang kafir.

Dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Muaz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dia bertanya tentang iman yang paling utama, beliau menjawab:

“Iman yang paling afdhal adalah engkau mencintai karena Allah, membenci karena Allah dan tak berhenti lidahmu berzikir kepada Allah. Muaz bertanya lagi, dan apalagi wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Engkau menyukai manusia apa yang engkau sukai untuk dirimu sendiri dan engkau membenci pada mereka apa yang engkau benci untuk dirimu sendiri dan engkau selalu berkata yg baik atau engkau diam”. Jika engkau menginginkan kebaikan dari orang lain, tentu kebaikan itu datangnya dari kebaikan yang engkau tanam kepada orang lain. Oleh karena itu, berbuat baik dan berkasih sayanglah kepada siapapun.

  • Cinta pada Muslim Sesuai Kadar Iman

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71).

Ibnu Rajab Al-Hambali berkata mengenai hadits di atas, “Di antara tanda iman yang wajib adalah seseorang mencintai saudaranya yang beriman lebih sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Ia pun tidak ingin sesuatu ada pada saudaranya sebagaimana ia tidak suka hal itu ada padanya. Jika cinta semacam ini lepas, maka berkuranglah imannya.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:305).

Sikap yang dilakukan oleh seorang muslim ketika melihat saudaranya yang melakukan kesalahan adalah menasihatinya. Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, “Jika seseorang melihat pada saudaranya kekurangan dalam agama, maka ia berusaha untuk menasihatinya (membuat saudaranya jadi baik).” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:30

Narasumber

Ustad Jufri Ubaid, S.Ag

chevron_left
chevron_right