Hadits Arba’in Nawawi ke-23
Dari Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Bersuci itu sebagian dari iman, ucapan alhamdulillah (segala puji bagi Allah) itu memenuhi timbangan. Ucapan subhanallah (Maha suci Allah) dan alhamdulillah (segala puji bagi Allah), keduanya memenuhi antara langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti nyata, kesabaran adalah sinar, Al-Qur’an adalah hujjah yang membelamu atau hujjah yang menuntutmu. Setiap manusia berbuat, seakan-akan ia menjual dirinya, ada yang memerdekakan dirinya sendiri, ada juga yang membinasakan dirinya sendiri.’” [HR. Muslim, no. 223]
Bersuci Sebagian dari Iman
Sebagian ulama memberikan sebagian penafsiran yaitu bersuci yang dimaksud adalah meninggalkan dosa-dosa (yang menjadikan ia suci di hadapan Allah), bukan hanya bersuci dari hadats kecil atau besar. Karena dia menjaga kesucian dirinya.
Bukankah Allah menyatakan dalam QS. Asy-Syams,
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا [٨]
8. maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,
Allah ilhamkan pada tiap jiwa mempunyai potensi untuk menjadi orang yang jahat dan potensi menjadi orang yang bertakwa, tetapi Allah katakan…
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا [٩]
9. sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu),
yaitu orang yang membersihkan jiwanya dari hal-hal yang kotor, dari dosa dan kemaksiatan…
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا [١٠]
10. dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.
yaitu orang yang mengotori jiwanya dari dosa dan kemaksiatan
Jadi, yang dimaksud bersuci di sini adalah membersihkan diri dari dosa dan kemaksiatan.
Ketika orang memiliki kemampuan untuk menjauhkan jiwanya dari kemaksiatan dan dosa, maka orang tersebut memiliki separuh keimanan dalam dirinya. Tinggal separuhnya kita sempurnakan dengan menjalankan perintah-perintah.
Ada sebuah ungkapan ketika Nabi Luth diutus pada suatu umat di suatu wilayah Sadum, Nabi Luth memberikan nasihat kepada kaumnya karena mereka melakukan penyimpangan seksual. Ketika Nabi Luth mengajak mereka untuk melampiaskan seksnya dengan cara yang dibenarkan oleh Allah, mereka mengatakan, “…sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (menganggap dirinya) suci.” (QS. An-Naml: 56)
Jadi.. Kalo kita gak ikut kebanyakan pemuda yang suka dengan hingar bingar yang mengundang kemaksiatan atau dosa, maka kita dianggap sok suci. Ketika ikut majelis, maka akan ada ucapan sok suci. Artinya… Jangan resah ketika kita melakukan kebaikan dan dikatakan sok suci, melainkan katakan, “saya belajar ingin menjadi orang suci.”
Karena orang yang bisa menjauhkan diri dari dosa dan kemaksiatan, maka itu pertanda ia punya iman.
Oleh karena itu, dalam QS. Al Mudatsir,
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ [١]
1. Wahai orang yang berkemul (berselimut)!
قُمْ فَأَنذِرْ [٢]
2. bangunlah, lalu berilah peringatan!
Berdirilah Muhammad, bangkitlah Muhammad. Segera engkau beri peringatan kepada kaummu.
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ [٣]
3. dan agungkanlah Tuhanmu,
Maka besarkan nama Tuhanmu. Nah, supaya memberikan peringatan itu mudah (maksudnya agar orang percaya). Maka yang harus dilakukan,
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ [٤]
4. dan bersihkanlah pakaianmu,
yang dimaksud pakaian di sini adalah kejiwaanmu. Maka hendaklah sucikan jiwamu dari kebiasaan-kebiasaan jahiliyah. Bersihkan pakaianmu dari hal-hal yang tidak diperkenankan oleh Allah. Caranya gimana?
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ [٥]
5. dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji,
hijrahlah dari berbagai macam dosa.
Oleh karena itu, setelah wudhu, ada do’a yang diajarkan,
asy-hadu alla ilaaha illallah wahdahu laa syarikalah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh, allohummaj’alnii minattawwaabiina waj’alnii minal mutathohhiriin
(artinya: Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku hamba yang bertaubat dan jadikanlah aku sebagai orang yang bersuci)
Maka, ada kalimat,
“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Rasulullah ﷺ diperkenankan oleh Allah untuk mendengarkan terompahnya Bilal bin Rabah melangkah ke surga. Penyebabnya adalah Bilal bin Rabah selalu menjaga wudhu, baik di waktu sulit maupun waktu yang mudah.
Nggak gampang menjaga wudhu. Kalo batal, wudhu. Kalo batal, wudhu. Kalo bisa jaga wudhu itu hebat dan itu pertanda orang baik. Orang yang menjaga wudhu kalau mau maksiat berat~ Tapi kalo gak punya wudhu, maka pintu menuju kemaksiatan itu besar peluangnya.
Sehingga, kata Nabi ﷺ, sempurnakan wudhu. Kalau kita pingin cahaya yang luar biasa di akhirat, maka sempurnakanlah wudhu kita. Karena wudhu adalah cahaya.
Iman dua macam: Mengerjakan atau Meninggalkan.
Artinya adalah mengerjakan apa yang diperintah dan meninggalkan apa yang dilarang. Ketika seseorang mampu melakukannya, maka ia adalah orang yang beriman.
Tapi jangan STMJ! Shalat terus maksiat jalan~
Yang dimaksud separuh dari iman adalah mengerjakan atau meninggalkan. Kalau punya dua hal ini, maka iman kita sempurna insyaallah.
Orang yang menjalankan ini adalah orang yang bisa membersihkan dirinya karena dia bisa meninggalkan maksiat. Ini yang dimaksud bersuci adalah sebagian dari iman, bukan sekadar membersihkan diri dari hadats kecil dan besar.
Kalimat Alhamdulillah Memenuhi Mizan
Kalo kita senantiasa membaca Alhamdulillah dalam setiap kondisi, kita bersyukur kepada Allah. Jika engkau bersyukur kepada Allah, maka Allah akan memberikan nikmat kepada kita. Artinya ketika seseorang mengucapkan Alhamdulillah meskipun dalam keadaan tidak menyenangkan, maka ia orang yang bersyukur. Wajah orang yang bersyukur itu ceria. Yok jangan murung~
Maka, dalam QS. Ibrahim: 7,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”
Ternyata, ketika orang masuk surga, kalimat yang muncul adalah Alhamdulillah.
Dalam QS. Az-Zumar: 74,
وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الْأَرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ ۖ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
Dan mereka mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki; maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal”
Jadi, tidak ada orang masuk surga yang menyanjung dirinya, tetapi mereka mengatakan Alhamdulillah. Ketika orang masuk surga, dipersilakan oleh Allah untuk menempati tempat di surga mana saja yang ia kehendaki. Surga adalah sebaik-baik reward untuk orang-orang yang beramal.
Memang di dunia ini capek, ibadah capek. Dunia tempat bercapek-capek, berjuang sampe capek. Nanti istirahatnya ketika kita berjumpa Allah.
Suatu ketika Rasulullah ﷺ menjalankan tugasnya dan disambut Khadijah dengan minuman hangat sedangkan beliau lagi sakit. Rasulullah ﷺ menyuruh beliau istirahat. Beliau nggak meng-iya-kan Rasulullah ﷺ, melainkan mengatakan.. “Ya Rasulullah, istirahatku nanti ketika aku wafat, sekarang aku akan melakukan apa pun yang terbaik”. Jadi ingatt ukhti~ wanita hebat bukan wanita yang suka mengeluh❤
Jadi, kalimat Alhamdulillah akan menjadi pemenuh timbangan kebaikan kita. Kalo timbangan kebaikan kita luar biasa, maka dijelaskan dalam QS. Al-Qari’ah,
فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ [٦]
6. Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,
فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ [٧]
7. Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang),
Closing Statement
Hadits ini mengingatkan kepada kita betapa pentingnya menjaga kesucian, baik kesucian lahir maupun kesucian batin. Betapa pentingnya kita membiasakan untuk mengucapkan Alhamdulillah. Karena ucapan Alhamdulillah pertanda orang yang bersyukur kepada Allah. Orang yang bersyukur itu jiwanya tenang. Jika jiwanya tenang, maka pikirannya damai. Jika pikirannya damai, maka ia akan lebih mudah memproduksi karya yang berkualitas. Sebaliknya, jika jiwanya tidak damai dan pikirannya kalau, maka susah untuk memproduksi karya yang berkualitas. Oleh karena itu bersyukurlah, jangan selalu lihat ke atas, tetapi hendaklah liat ke bawah. Perhatikan orang yang nasibnya di bawah kalian, jangan liat orang yang nasibnya di atas kalian. Itu yang lebih tepat untuk kalian supaya kalian tidak meremehkan nikmat Allah. Jika kita bersyukur, kita tidak akan menghujat Allah tetapi justru memuji Allah.