Kaya itu tidak selalu bahagia. Pasangan cantik dan ganteng tidak selalu menjamin bahagia. Orang bahagia ketika dia memiliki kemampuan menyamakan frekuensinya dengan frekuensi Allah. Orang yang senantiasa dzikrullah adalah orang yang selalu dibahagiakan Allah.
±1000 tahun sebelum kelahiran Rasulullah ﷺ, namanya sudah diabadikan di dalam taurat dan injil. Sehingga, ahli taurat dan ahli injil mengenali Rasulullah sebagaimana mengenali anak laki-laki mereka. Bahkan, di keterangan lain, nama Rasulullah ﷺ sudah tercantum di pintu ka’bah usai Nabi Adam dikeluarkan dari surga kemudian Nabi Adam berbalik ke belakang dan ada nama Rasulullah ﷺ di pintu surga. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ ketika masih kecil dibimbing oleh Allah sebagaimana di QS. Ad-Dhuha: 7-8, “(7) Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. (8) Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”
Dan Allah mendapati engkau Muhammad tidak tahu arah, maka Allah memberikan petunjuk. Sehingga, Muhammad ﷺ kecil tidak pernah tersentuh oleh perbuatan-perbuatan hina, kata-kata kotor, terlibat mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Muhammad ﷺ kecil sudah mendapatkan petunjuk Allah. Sehingga, Muhammad ﷺ kecil dikenal tidak pernah bohong, yaitu jika berbicara antara berita yang disampaikan dengan realita adalah sama. Maka, ketika Muhammad ﷺ berinjak remaja sudah mendapatkan gelar al-Amin (orang yang bisa dipercaya).
Muhammad ﷺ adalah seorang pedagang dengan modal kejujuran dan amanah. Karena itulah, Muhammad ﷺ mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Pada saat menikah, Muhammad ﷺ bisa memberikan mahar yang besar (jika dikurskan di zaman sekarang tidak kurang dari 1M). Ada hal yang menarik dari Muhammad ﷺ sebelum jadi Nabi. Yaitu ketika beliau ﷺ memperdagangkan dagangan Khadijah, Khadijah meminta kepada pembantunya untuk merekam apa saja yang dilakukan oleh Muhammad ﷺ dan melaporkannya ke Khadijah. Muhammad ﷺ ketika ditanya berapa harga dagangannya, beliau menjawab “Harga dari supplier sekian, silakan berikan keuntungan berapa kepadaku. Barang ini memiliki kualitas ini, ini, ini”. Sehingga, pelanggan Muhammad ﷺ merasa aman dan nyaman ketika membeli barang dagangan Muhammad ﷺ. Inilah marketing++. Beliau memasarkan barangnya dengan kualitas bagus dan mengutarakan kelebihan-kekurangan barangnya. Ini belum jadi Nabi ya. Maka, Khadijah sangat senang dengan Muhammad ﷺ. Sehingga, betapa bahagianya Khadijah ketika Abu Thalib menerangkan kepadanya, “Bagaimana jika ia meminang engkau?”. Muhammad ﷺ lah yang paling diinginkan Khadijah sebagai pendampingnya; shalih dan jujur.
Muhammad ﷺ sudah dikenal sebagai seorang yang amanah. Muhammad ﷺ didustakan sejak memperkenalkan kalimat Laa ilaaha illallah; menolak sesembahan berhala di sekitar Ka’bah. Sejak saat itulah, mereka memberikan label buruk kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Suatu ketika, Nabi Muhammad ﷺ naik ke bukit shafa. Dipanggil-lah semua kabilah Arab yang menyeruak ke seluruh kampung di wilayah Makkah. Setelah itu,
Nabi Muhammad ﷺ bertanya mereka, “Apakah kalian masih percaya bahwa aku adalah al-Amin?”
Mereka menjawab, “Ya, Muhammad. Engkau adalah orang yang dapat dipercaya.”
Nabi Muhammad ﷺ berkata, “Kalau sekiranya aku bilang di balik bukit ini ada pasukan yang ingin menyerang kamu bagaimana?”
Mereka menjawab, “Apa pun Muhammad, yang engkau katakan lebih dari itu, kami percaya.”
Nabi Muhammad ﷺ berkata, “Kalau begitu, bersaksilah kalian bahwa tidak ada Tuhan yang patut diibadahi kecuali Allah.”
Mendadak, orang yang diwakili oleh Abu Lahab mengatakan, “Apa-apaan kamu Muhammad, apakah untuk ini kamu mengumpulkan kami?”
Turunlah firman Allah, QS. Al-Lahab: 1. Kronologi turunnya firman ini adalah karena Abu Lahab menganggap apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ adalah hal yang binasa.
Nabi Muhammad ﷺ tetap memiliki komitmen luar biasa untuk jujur dalam kondisi apa pun. Sifat para Nabi ada empat: siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (komunikatif), fathanah (cerdas). Keberhasilan Rasulullah ﷺ dalam membangun peradaban manusia adalah karena empat sifat ini berjalan dengan selaras.
Suatu ketika, Nabi Muhammad ﷺ bertemu dengan seorang ibu yang membawa barang dagangan yang berat. Nabi Muhammad ﷺ membawa barang tersebut dan menolong. Ibu tersebut berkata, “Hei pemuda, di sini ada seorang pemuda bernama Muhammad yang mengaku sebagai Nabi. Kalau dia datang dan mengajak kamu ke agamanya, tinggalkan saja”. Nabi Muhammad ﷺ memandang ibu tersebut dengan senyum dan ibu bertanya heran. Nabi Muhammad ﷺ menjawab, “Wahai ibu, orang yang engkau maksud adalah aku. Aku adalah Muhammad”. Terkejutlah ibu tersebut. Akhirnya, ibu tersebut terpesona karena selama ini berita yang sampai kepadanya tidak benar. Dia melihat realita, ternyata anak ini ringan tangan. Maka, ibu ini bersyahadat. See? Nabi Muhammad ﷺ itu jujur.
Kalau kita lihat di QS. At-Taubah: 119, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”
Kita diperintah oleh Allah untuk menjadi orang yang jujur. Karena orang jujur adalah indikator orang beriman. Orang pendusta adalah indikator munafik.
Tanda orang munafik: apabila berbicara, berdusta. Apabila berjanji, menyelisihi. Apabila diberi amanah, berkhianat.
Di dalam QS. Al-Ahzab: 70-71, “(70) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, (71) Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
Apa yang diucapkan dengan realita sama adalah perkataan yang lurus. Jika perkataannya lurus, maka Allah akan menjadikan amalan-amalan menjadi baik. Sekali berdusta akan menjadi pembuka pintu dosa-dosa berikutnya.
Di dalam kantor, kalau ada sidak yang bocor, maka semua karyawan akan berubah. Kalau karyawan melakukan hal yang tidak semestinya, maka tidak akan mampu melakukan perbaikan di masa selanjutnya. Artinya, kedustaan tidak bisa menghantarkan kebaikan. Sehingga, Rasulullah ﷺ berpesan, “Tetaplah pada kejujuran. Karena sesungguhnya kejujuran akan menghantarkan seseorang menuju kebaikan. Kebaikan menghantarkan menuju surga.”
Kuncinya JUJUR! Allah berjanji, ketika kita berkata jujur, Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Yuk belajar jujur. Dimulai dari jujur terhadap diri kita sendiri. Orang riya’ itu tidak jujur. Katanya karena Allah… Ternyata. Orang musyrik atau mempersekutukan Allah itu tidak jujur. Satu sisi menyembah Allah, satu sisi menyembah yang lain. Orang berbuat dosa itu tidak jujur. Jujur itu akan memudahkan orang untuk memunculkan kebaikan-kebaikan. Modal kejujuran akan menghapus kebiasaan buruk.
Dalam QS. Al Ahzab: 35, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Di ujung ayat, Allah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuk muslimin & muslimat (tidak hanya Islam, tetapi juga tunduk kepada Allah; Islam sebagai agama dan perilaku), mukminin & mukminat, laki-laki yang taat & perempuan yang taat, laki-laki yang jujur & perempuan yang jujur.
Orang yang jujur adalah orang yang memiliki komitmen. Komitmen dimulai dengan kata dan membuktikan kata-kata itu. Orang yang memiliki komitmen adalah mereka yang ucapannya selaras dengan perbuatan. Orang jujur adalah orang yang memiliki integritas yang tinggi; kemampuan olah nurani, ketulusan. Integritas adalah efek dari kejujuran. Kejujuran akan meningkatkan kredibilitasnya. Orang yang memiliki integritas tinggi akan menjadi professional. Ini bermula dari kejujuran.