Resume Majelis Teladan Islami Desember 2020: Ubadah Ibn Shamit, “Penegak Kebenaran, Penentang Kebathilan”

  • Biografi Ubadah Ibn Shamit

Ubadah Ibn Shamit adalah salah seorang Sahabat Nabi yang terkemuka dari kalangan Bani Khazraj. Ubadah merupakan salah seorang panglima yang memimpin pasukan Arab Muslim dalam penaklukan Mesir. Ia kemudian diutus sebagai hakim (qadi) untuk wilayah Palestina. Ia juga termasuk salah seorang pengumpul Al-Qur’an pada zaman Nabi Muhammad.

Perbedaan kaum Muhajirin dengan Anshar adalah, Muhajirin(kaum hijrah) dan Anshar(kaum penolong), dan Ubadah ini ialah seorang dari kaum Anshar.

  • Kisah Ubadah Ibn Shamit

Ubadah Ibn Shamit yang mulanya hanya menjadi wakil kaum keluarganya dari suku Khazraj, sekarang meningkat menjadi salah seorang pelopor Islam, dan salah seorang pemimpin kaum Muslimin. Namun, ketika Rasulullah menjelaskan kelalaian seorang pemimpin hati Ubadah bergetar seakan menolak untuk menjadi seorang pemimpin.

Tak ada seorang pun yang bisa mendorong untuk menjadikan ia sosok pemimpin, kecuali dalam mengajar Umar dan memperdalam pengetahuan dalam soal agama. Inilah salah satu usaha yang lebih diutamakan Ubadah untuk menjauhkan dirinya dari soal harta benda, kekuasaan maupun kemewahan.

Ubadah juga pernah berada di Palestina untuk beberapa waktu dalam melaksanakan tugas sucinya, sedang yang menjalankan pemerintahan ketika itu adalah Muawiyah. Ubadah termasuk rombongan perintis yang telah dididik oleh Nabi Muhammad SAW dengan tangannya sendiri, yang telah beroleh limpahan mental, cahaya dan kebesarannya. Waktu itu penduduk Palestina menyaksikan peristiwa luar biasa, dan tersiarlah berita ke sebagian besar negeri Islam tentang perlawanan berani yang dilancarkan Ubadah terhadap Muawiyah, sehingga menjadi contoh teladan bagi mereka.

Ada yang dapat ditonjolkan untuk percontohan luhur sebagai kepala pemerintahan yang dikagumi oleh Ubadah dan dipercayainya, maka orang itu tidak lain tokoh terkemuka yang sedang berkuasa di Madinah; Umar bin Khathab.

Sekiranya Ubadah melanjutkan renungannya dan membanding-bnadingkan tindak-tanduk Muawiyah dengan apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar, jurang pemisah di antara keduanya menganga lebar, dan sebagai akibatnya akan terjadilah bentrokan dan memang telah terjadi.

Berkata Ubadah Ibn Shamit RA, “Kami telah baiat kepada Rasulullah SAW, tidak takut akan ancaman siapa pun dalam menaati Allah!”

Ubadah adalah seorang yang paling teguh memenuhi baiat. Dan jika demikian, maka ia tidak akan takut pada Muawiyah dengan segala kekuasaannya, dan ia akan tegak mengawasi segala kesalahan Muawiyah.

  • Hijrah Ubadah Ibn Shamit dari Palestina ke Madinah

Ubadah melihat jarak pemisah di antara dirinya dengan Muawiyah, kian bertambah lebar. Akhirnya, ia berkata kepada Muawiyah, “Demi Allah, aku tidak ingin tinggal sekediaman denganmu untuk selama-lamanya!” Lalu Ubadah pun meninggalkan Palestina dan berangkat ke Madinah.

Amirul Mukminin Umar adalah seorang yang memiliki kecerdasan tinggi dan berpandangan jauh ke depan. Ia selalu menginginkan kepala-kepala daerah tidak hanya mengandalkan kecerdasannya semata dan menggunakannya tanpa reserve.

Maka terhadap orang seperti Muawiyah dan kawan-kawannya, tidak dibiarkan begitu saja tanpa didampingi sejumlah sahabat yang zuhud dan saleh, serta penasihat yang tulus ikhlas. Mereka bertugas membendung keinginan-keinginan yang tidak terbatas, dan selalu mengingatkan mereka akan hari-hari dan masa Rasulullah SAW.

Oleh sebab itu, ketika Umar RA melihat Ubadah telah berada di Kota Madinah, ia bertanya, “Apa yang menyebabkanmu ke sini, wahai Ubadah?” Ubadah menceritakan peristiwa yang terjadi antara dirinya dengan Muawiyah. Umar berkata, “Kembalilah segera ke tempatmu! Amat buruk jadinya suatu negeri yang tidak memiliki orang sepertimu.”

Ubadah adalah seorang besar, baik karena keimanan, maupun karena keteguhan hati dan kelurusan jalan hidupnya. Pada hakekatnya Ubadah dikenal sebagai tusan Anshar khususnya, dan agama Islam pada umumnya ini meninggalkan teladan yang tinggi dalam arena kehidupan. Ia seorang penegak kebenaran dan penentang kebathilan.

  • Pesan dari Kisah Ubadah

Diriwayatkan Abdul bin Zhohir “Kami telah baiat kepada Rasulullah SAW, tidak takut akan ancaman siapa pun dalam menaati Allah!”. Hal yang dapat diambil ialah, dan janganlah kalian mengganggu tindakan yang terjadi dalam pemerintahan, kecuali terlihat tindakan yang sekiranya tidak pantas dan engkau memiliki bukti ingkar atas pemimpin itu. Maka diperbolehkannya untuk beraksi dalam memperjuangkan kebenaran.

Kita diizinkan tidak menaati pemimpin itu selagi pemimpin tersebut dzalim terhadap kekuasaannya. Maka bersegeralah untuk melakukan yang terbaik untuk menegakkan kebenaran, dengan berdoa maupun mengeluarkan segala kuasa yang kita miliki. Dan janganlah kalian terlibat dalam keberpihakan pada suatu yang tidak benar. Belajarlah bersikap pada porsinya.

Hal lain yang diajarkan dalam Al Quran ialah, ketika terjadinya perseteruan antara Muslim dengan Muslim, maka sikap kita ialah bukan dengan menjauhi, membaiat, dan segalanya. Namun, sikap yang dapat kita lakukan ialah dengan berhati-hati pada mereka. karena sungguh ketika itu terjadi, terdapat musuh dalam selimut yang perlu kita hati-hati agar tidak terjerumus dalam suatu kebathilan yang ditimbulkan.

Dari segi lain, yaitu tentang sebuah misi Ubadah, ia ingin berkumpul dengan yang semisi, sefaham, setujuan untuk melaksanakan jihad. Seperti kisah ubadah dengan istrinya yang mana ia sama-sama memiliki satu misi yang sama. Itulah yang membuat Ubadah untuk memilih wanita tersebut menjadi istrinya. Dan janganlah engkau suka dalam mengomentari sesuatu atau memberikan penilaian kepada kematian seseorang dalam keadaan tidak baik. Karena kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya. Bisa jadi hal tersebut menjadi suatu jihad sebagai urusan ia kepada Tuhannya. Maka, janganlah engkau mengomentari yang sudah selesai urusannya dengan manusia yaitu dengan kematian suatu hamba.

Narasumber :

Ust. Heru Kusumahadi, Lc., M.Pd.I

chevron_left
chevron_right