Resume Majelis Teladan Islami Juni 2020: Hamzah bin Abdul Mutthalib, “Singa Allah dan Panglima Syuhada”

  • Kisah Masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Mutthalib

Hamzah bin Abdul Muthalib ialah orang yang memeluk Islam pada tahun kedua kenabian. Ia juga hijrah bersama Rasulullah SAW dan ikut dalam perang Badar. Pada Perang Uhud syahid dan Rasulullah menjulukinya dengan “Asadullah” (Singa Allah) dan menyebutnya “Sayidus Syuhada” (Penghulu atau Pemimpin Para Syuhada). Hamzah bin `Abdul Muththalib bin Hâsyim bin Abdu Manâf al-Qurasyi al-Hâsyimi Abu Ammârah Radhiyallahu anhu adalah paman dari Rasulullah saw sekaligus saudara sepersusuannya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hamzah bin `Abdul Mutthalib Radhiyallahu anhu adalah saudara sepersusuanku” [HR. Muslim]. Abdul Muthallib memilik 16 anak dari 5 istri.

Keislaman Hamzah awalnya sebagai pelampiasan rasa percaya diri seseorang yang tidak sudi dihina oleh tuannya, namun kemudian Allah melapangkan dadanya. Beliau kemudian menjadi orang yang berpegang teguh dengan Al-‘Urwatul Wutsqa dan menjadi kebanggaan kaum muslimin. Dengan masuk islamnya Umar dan Hamzah, kaum muslimin keluar dalam dua barisan dibelakang Umar dan Hamzah setelah sebelumnya mereka tidak berani keluar dihadapan orang kafir. Lalu hijrah ke Madinah Bersama Rasulullah untuk melakukan perang Badar. Yang dilakukan Rasulullah ketika tiba di Madinah yaitu: Membangun Masjid Qubah, Mensaudarakan Muhajirin Anshar, Membuat perjanjian damai dengan Yahudi.

Ketika Hamzah masuk Islam, kaum musyrikin Quraisy mulai mengurangi gangguan mereka terhadap Rasulullah dan para sahabat. Mereka sadar Hamzah akan menjadi pelindung Nabi dan kaum muslimin apabila mereka ganggu. Semua orang mengakui kehebatan Hamzah karena punya ketangkasan bermain pedang, berkuda dan memanah. Tak seorang pun yang berani berhadapan dengan Hamzah termasuk ketika perang. Begitulah Allah meninggikan dan memuliakan derajat orang-orang yang dicintai-Nya.

  • Wafatnya Sayyidina Hamzah

Pada Perang Badar, Rasulullah menunjuk Hamzah sebagai salah seorang komandan perang. Ia dan Ali bin Abi Thalib menunjukkan keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa dalam mempertahankan kemuliaan agama Islam. Hamzah ikut perang badar dan bersungguh2 berjihad dengan sangat keras sampai membunuh pembesar orang musyrik. Akhirnya, kaum Muslimin berhasil memenangkan perang tersebut secara gilang gemilang.

Kaum kafir Quraisy tidak mau menelan kekalahan begitu saja, maka mereka mulai mempersiapkan diri dan menghimpun segala kekuatan untuk menuntut balas. Akhirnya, tibalah saatnya Perang Uhud di mana kaum kafir Quraisy disertai beberapa kafilah Arab lainnya bersekutu untuk menghancurkan kaum Muslimin. Sasaran utama perang itu adalah Rasulullah dan Hamzah bin Abdul Muthalib.

Seorang budak bernama Washyi bin Harb diperintahkan oleh Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan bin Harb, untuk membunuh Hamzah. Wahsyi dijanjikan akan dimerdekakan dan mendapat imbalan yang besar pula jika berhasil menunaikan tugasnya. Akhirnya, setelah terus-menerus mengintai Hamzah, Wahsyi melempar tombaknya dari belakang yang akhirnya mengenai pinggang bagian bawah Hamzah hingga tembus ke bagian muka di antara dua pahanya. Tak lama kemudian, Hamzah wafat sebai syahid. Hamzah meninggal pada perang Uhud pada pertengahan bulan Syawal pada tahun ke-3 Hijriyah. Yang mana di usia saat itu belum genap 60 tahun.

Ketika Rasulullah melihat keadaan tubuh pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, Beliau sangat marah dan Allah menurunkan firmannya: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS An-Nahl: 126)

  • Pelajaran dari Masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib
  • Boleh jadi yang kita tidak suka, itu malah baik untuk kita. Lihatlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disakiti oleh Abu Jahal malah di balik itu ada kebaikan yang banyak. Itulah faedah dari beriman kepada takdir, pasti ada hikmah terbaik di balik ketetapan (qadha’) Allah. Allah Ta’ala berfirman,

“(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19)

  • Masuk Islamnya Hamzah karena rasa harga diri (fanatisme) yang tidak ingin keluarganya hina dan disakiti. Kemudian Allah lapangkan hatinya untuk menerima Islam.
  • Bisa jadi ada yang memeluk Islam karena alasan dunia. Namun tak menutup kemungkinan niatnya berubah di kemudian waktu.
  • Fanatisme tidak selamanya tercela. Jika fanatisme kesukuan diberdayakan untuk kepentingan agama, maka masih dianggap bagus.
  • Keutamaan membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab berkat pembelaan yang sangat mulia ini, Allah Ta’ala membuka pintu hati Hamzah untuk masuk Islam.
  • Kisah Wahsyi bin Harb atas Pembunuhan kepada Sayyidina Hamzah

Penyesalan datang menghinggapi dirinya. Bumi yang luas terasa sempit. Dalam keadaan seperti itu, seorang sahabat menasihatinya, “Percuma saja engkau melarikan diri, Wahsyi. Demi Allah, Muhammad tidak akan membunuh orang yang masuk agamanya dan mengakui kebenaran Allah dan rasul-Nya,” ujar sahabat tersebut. Mendengar nasihat itu, Wahsyi berangkat ke Madinah. Di hadapan Rasulullah ia menyatakan diri masuk Islam. Namun, begitu mengetahui Wahsyi adalah pembunuh pamannya, Hamzah, Rasulullah memalingkan mukanya dan tidak mau melihat wajah Wahsyi. Hal itu terjadi sampai beliau wafat.

Setelah Rasulullah wafat, kepemimpinan kaum muslimin beralih ke tangan Abu Bakar Shiddiq radhiallahuanhu. Di bawah pimpinan Musailamah al kadzab si nabi palsu, Bani Hanifah dari Nejed, murtad dari agama Islam. Khalifah Abu Bakar menyiapkan bala tentara untuk memerangi Musailamah dan mengembalikan Bani Hanifah ke pangkuan Islam.

Wahsyi tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Bersama pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, ia berangkat ke medan Yamamah. Tidak lupa tombak yang ia pakai untuk membunuh Hamzah, ia bawa. Dalam hati ia bersumpah akan membunuh Musailamah atau ia tewas sebagai syahid. Ketika kaum Muslimin berhasil mendesak Musailamah dan pasukannya ke arah “Kebun Maut”. Wahsyi bin Harb melompat ke depan. Setelah berada dalam posisi yang tepat, ia bidikkan tombaknya ke arah sasaran. Begitu dirasa tepat, Wahsyi melemparkan senjatanya! Tombaknya melesat ke depan mengenai sasaran.

Narasumber

Dr. Wafi Marzuki ‘Ammar, Lc

chevron_left
chevron_right