Profil Singkat
Zaid ibn Haristah lahir di 47 sebelum hijriyah (ada yang mengatakan 43 tahun sebelum hijriyah dan wafat di 8 Hijriyah). Umurnya ada dua pendapat: di umur 50 tahun atau 55 tahun. Ayahnya adalah Haritsah ibn Haritsah ibn Syarahil (atau Syurahbil) dari Bani Kalb. Ibunya adalah Su’da binti Tsalabah dari Bani Ma’an. Julukannya adalah Zaid al Hubb (yang dicintai). Lebih tepatnya yang dicintai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, karena Zaid ibn Haritsah adalah satu-satunya anak angkat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Kisah menjadi Anak Angkat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Saat kecil, Zaid ibn Haritsah mudik ke kampung ibunya dan terjadi perampokan. Singkat cerita, Zaid ibn Haritsah dijual dan dibeli oleh Hukaim ibn Hisyam (keponakan Khadijah binti Khuwailid). Hukaim ibn Hisyam memberikan Zaid ibn Haritsah kepada Khadijah binti Khuwailid. Akhirnya, Zaid ibn Haritsah dimiliki oleh Khadijah binti Khuwailid. Saat Khadijah binti Khuwailid menikah dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Zaid ibn Haritsah dihibahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sejak saat itu, Zaid ibn Haritsah menjadi budak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Ketika sudah dihibahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Haritsah ibn Syurahbil mendapatkan informasi dari Bani Kalb yang haji di Makkah bahwa mereka melihat Zaid ibn Haritsah. Haritsah ibn Syurahbil menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian, Haritsah ibn Syurahbil berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa Zaid ibn Haritsah adalah anakku. Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada Zaid ibn Haritsah apakah itu benar, Zaid ibn Haritsah menjawab, “Iya, benar”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun menawarkan ke Zaid ibn Haritsah untuk memilih Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau ayahnya. Maka, Zaid ibn Haritsah memilih Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Saat itulah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan apresiasi kepada Zaid ibn Haritsah sebagai putra Muhammad (Zaid ibn Muhammad). Karena melihat itu, Haritsah ibn Syurahbil pun mengikhlaskan. Sejak saat itulah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disindir dengan QS. Al Ahzab: 40, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Sejak saat inilah, putus tradisi dari orang Arab bahwa anak angkat tidaklah sama dengan anak kandung. Anak angkat tidak bisa mewarisi sedikit pun dari ayah angkatnya.
Islam dan Hijrah
Zaid ibn Haritsah dibeli oleh keponakan Khadijah binti Khuwailid. Ketika Khadijah binti Khuwailid menikah dengan Rasulullah, Zaid ibn Haritsah dihibahkan kepada Rasulullah. Ketika Rasulullah menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, Rasulullah belum menjadi Nabi dan Rasul. Maka, berinteraksilah Zaid ibn Haritsah dan Rasulullah sebelum Rasulullah mendapatkan wahyu. Ketika Rasulullah mendapatkan wahyu di gua hira, posisi Zaid ibn Haritsah tetap menjadi budak Rasulullah yang sering berinteraksi.
Dalam riwayat imam Al Hakim, ketika Rasulullah lari-lari dari gua hira setelah mendapatkan Al Alaq: 1-5 dan sampai di rumah Khadijah, di dalam rumah Khadijah ada tiga orang: Abu Bakar, Ali ibn Abi Thalib, dan Zaid ibn Haritsah. Sehingga, assabiqunal awwalun secara strata sosial mewakili semua: perempuan (Khadijah), laki-laki dewasa (Abu Bakar), laki-laki pemuda (Ali ibn Abi Thalib), dan laki-laki budak (Zaid ibn Haritsah).
Pernikahan Zaid ibn Haritsah
Sebelum hijrah, Zaid ibn Haritsah menikah dengan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam). Ummu Aiman adalah janda punya anak satu usianya di atas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, “Barangsiapa yang ingin menikahi seorang wanita ahli surga, maka nikahi Ummu Aiman”. Mendengar ini, Zaid ibn Haritsah, yang tinggal di lingkungan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, menikahi Ummu Aiman. Dari Ummu Aiman, lahirlah Usamah ibn Zaid yang dijadikan panglima paling muda (17 atau 18 tahun) dalam perang menuju Syam dengan pasukannya Umar ibn Khattab, Saad ibn Abi Waqqash, dan Abu Ubaidah ibn Jarrah.
Pernikahan Zaid ibn Haritsah yang kedua dengan Zainab binti Jahsy. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, “Ketika engkau melihat Zainab binti Jahsy, mata tak akan berkedip, kepala tak akan berpaling”. Pernikahan ini bernuansa kontroversial karena menyalahi kaedah masyarakat Arab saat itu. Masyarakat Quraisy martabat sosialnya tinggi. Zainab binti Jahsy adalah sepupu Rasulullah dari kalangan Quraisy yang cantik. Sedangkan, Zaid bin Haritsah adalah budak. Zainab binti Jahsy didatangi Rasulullah dan dengar ada lamaran. Ternyata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melamar Zainab binti Jahsy untuk Zaid ibn Haritsah. Pemuka Quraisy dinikahi mantan budak, tentu strata sosial berbanding terbalik. Menariknya, Zainab binti Jahsy menerima lamaran itu. Karena di QS. Al Ahzab: 36, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memiliki kecenderungan terhadap Zainab binti Jahsy. Allah menikahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan Zainab binti Jahsy. Dalam QS. Al Ahzab: 37, “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.”
Ketika yang dinikahi oleh Rasulullah adalah Zainab binti Jahsy adalah peristiwa luar biasa. Saat Zainab binti Jahsy sudah cerai dengan Zaid ibn Haritsah, yang melamar Zainab untuk Rasulullah adalah Zaid. Tradisi Arab saat itu adalah mantan istri anak angkat tidak boleh dinikahi oleh ayah angkat. Islam mematahkan tradisi ini. Dalam Islam, mantan istri anak angkat boleh dinikahi oleh ayah angkat.
Saat itu, Rasulullah menurunkan hijab karena Zaid sudah bukan budak Rasulullah (sudah merdeka) dan merupakan mantan dari istri Rasulullah. Sehingga, turunlah perintah hijab dalam QS. Al Ahzab: 53, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
Ketika Rasulullah menikah dengan Zainab, keluarga Quraisy senang karena derajatnya naik. Dalam QS. 33:53, Rasulullah sungkan mengusir sahabat-sahabat Rasulullah dan pemuka Quraisy saat itu. Padahal, walimatul ursy itu tidak boleh lama-lama (kalau dilihat dari ayat ini, apalagi malam).
Partisipasi dalam Peperangan
Zaid ibn Haritsah adalah komandan dalam Perang Mu’tah (melawan Romawi Timur) yang jumlah pasukannya 200rb melawan 3rb (QS. 8:65). Rasulullah ketika berbicara selalu benar. Dalam Perang Mut’ah, Rasulullah mengatakan, “Kalau Zaid meninggal, maka Ja’far. Jika Ja’far meninggal, maka digantikan Abdullah ibn Rawahah”. Ketika mendengar ini, Abdullah ibn Rawahah menangis karena sahabat-sahabatnya kemungkinan besar akan meninggal. Padahal, hal ini dibicarakan sebelum Perang Mu’tah. Meskipun “buruk”, para sahabat tetap memilih berangkat. Apa pun yang diinformasikan oleh Rasulullah tetap dilakukan.
Closing statement
Dari kisah ini dapat diambil hikmah bahwa apa pun yang kita alami pasti akan ada titik kebahagiaan. Zaid ibn Haritsah diperjualbelikan dan jadi budak, akhirnya menjadi sosok sahabat terbaik. Zaid ibn Haritsah juga menjalani perceraian, tetapi karena itu namanya harum di dalam Al Quran. Maka, apa pun ketidakbaikan yang kita alami, yakinlah pasti suatu saat Allah akan memberikan kebaikan dan kebahagiaan. Bukan yang terbaik, tapi kebaikan dan kebahagiaan.